Jakarta,DP News
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman,
Luhut Binsar Pandjaitan mendesak perubahan aturan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) yang melarang penjualan benih lobster. Menurutnya, langkah ini
diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga paling tidak bisa
dibuat pengecualian.
Sekretaris Jenderal KIARA, Susan
Herawati menilai persoalan kesejahteraan nelayan lobster lebih baik
diselesaikan dengan merevisi ukuran lobster yang boleh diperjualbelikan. Sebab
saat ini pemerintah mengharuskan lobster memiliki berat 300-400 gram sebelum
boleh dijual.
Namun, budidaya itu membutuhkan waktu
setidaknya 1 tahun sehingga nelayan pun mengalami kesulitan ekonomi karena
tidak memiliki uang akibat lamanya waktu budidaya. Belum lagi, usai menerapkan
larangan itu, Susan menilai pemerintah tak membantu keuangan nelayan sama
sekali. “Penting bagi KKP, kami beri catatan besaran atau ukuran lobster
300-400 gram ini harus direvisi karena perlu 1 tahun dan nelayan gak bisa
nunggu. KKP ada program apa untuk bantu. Apa kasih uang tiap bulan?” ucap Susan
saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (5/4) malam.
Polemik ini bermula ketika pemerintah
menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56/2016 tentang
Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dari
Wilayah NKRI.
Sepengetahuan Susan, aturan itu dibuat
untuk membatasi penyelundupan benih lobster ke luar negeri seperti Vietnam yang
pernah menjadi sasaran terbesar. Jika lobster dijual dalam bentuk benih maka
kurang lebih hanya dihargai sekitar Rp 20-30 ribu per benihnya.
Namun, jika seandainya lobster dijual
usai 1 tahun budidaya, harganya bisa mencapai Rp 1,4 juta per kg. “Ini ada gap
harga yang tinggi. Jadi ada masalah politik perdagangan terutama luar negeri,”
ucap Susan.
Atas dasar itu, Susan tidak menyambut
baik usulan Luhut yang fokusnya pada benih lobster. Sebab potensi penyelundupan
maupun kerugian akibat penjualan benih lobster ke luar negeri tetap tidak boleh
diabaikan lantaran sama buruknya seperti akibat dari pencurian ikan. Karena
itu, Susan menilai jalan tengah yang perlu ditempuh pemerintah adalah mengubah
ukuran minimum penjualan lobster hasil budidaya.
Hal ini, menurutnya, lebih menjawab
permasalahan yang dihadapi para nelayan, tetapi tetap tak menafikan risiko yang
saat ini dihindari oleh KKP. “Negara ini harus lebih siap bukan asal ngeluarin
aturan main. Kami sepakat soal kesejahteraan nelayan, tapi bukan berarti
dicabut [pasal 7]. Harusnya direvisi ukuran lobster yang boleh dijual,” ucap
Susan.
Sebelumnya, pada 2 April 2019, Luhut
meminta agar pelarangan budidaya benih lobster dicabut. Sebaliknya, ia
mengatakan budidaya itu dapat diawasi bila ada kekhawatiran terkait
penyalahgunaannya. “Jadi lobster gini, kami harmonisasikan peraturan perundang-undangan
dengan kepmen. Jadi jangan ada pelarangan untuk pembudidayaan,” ucap Luhut
kepada wartawan di Gedung Menko Kemaritiman pada Selasa lalu.(Rd.Tirto.id)