![]() |
Foto: Mantan Ketua PMKRI Komisariat USU dan Alumni FISIP USU Wily Simbolon |
Mantan Ketua PMKRI Komisariat USU yang juga Alumni FISIP USU Wily Simbolon minta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi(Kemendiktisaintek)segera mengambil langkah korektif dengan menetapkan ulang jadwal pemilihan Rektor USU secara terbuka,disertai alasan administratif yang dapat diuji secara publik.
Proses pemilihan rektor harus kembali kepada prinsip otonomi, meritokrasi, dan akuntabilitas, bukan menjadi ruang tarik ulur kepentingan politik ataupun birokrasi.
Mantan Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Komisariat USU memandang bahwa kampus tidak boleh menjadi korban dari ketidaktegasan administratif maupun manuver politik.
"Kampus adalah ruang penalaran ilmiah dan kebebasan berpikir; maka segala proses di dalamnya harus berlandaskan pada rasionalitas dan keadilan institusional"ujar Willy,Rabu(8/10) menanggapi penundaan Pemilihan Rektor USU Periode 2026-2031.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi melalui surat bernomor 2354/A/HM.00.00/2025 tertanggal 30 September 2025 secara resmi menyampaikan penundaan pelaksanaan Pemilihan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Periode 2026–2031, yang sebelumnya dijadwalkan 2 Oktober lalu.
Dalam surat tersebut, tidak terdapat penjelasan yang substansial mengenai alasan maupun urgensi penundaan, selain pemberitahuan bahwa jadwal baru akan diinformasikan kemudian.
Keputusan ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai komitmen pemerintah terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan otonomi perguruan tinggi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Penundaan tanpa alasan akademik yang dapat dipertanggungjawabkan berpotensi mengganggu kontinuitas tata kelola universitas dan menimbulkan ketidakpastian bagi sivitas akademik.
Penundaan pemilihan Rektor USU tanpa alasan yang jelas bukan hanya soal jadwal yang tertunda, tetapi juga soal legitimasi kepemimpinan akademik dan masa depan tata kelola universitas.Karena itu, Kementerian perlu segera memberikan kejelasan agar kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi tidak semakin menurun.
Lebih jauh, langkah ini dapat dimaknai sebagai bentuk intervensi struktural terhadap proses demokrasi kampus yang seharusnya dijalankan secara independen oleh Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai lembaga tertinggi dalam pemilihan rektor.
Dalam konteks tata kelola universitas, kepemimpinan yang sah hanya dapat dibangun melalui proses yang legitimate, terbuka, dan tepat waktu.Penundaan tanpa dasar justru melemahkan legitimasi tersebut.
Tidak terdapat kondisi darurat ataupun faktor luar biasa yang dapat membenarkan penundaan ini.Sebaliknya, alasan yang tidak transparan justru berpotensi menimbulkan kecurigaan publik terhadap adanya tarik-menarik kepentingan di luar kepentingan akademik.
Hal ini tentu bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi dan prinsip good university governance yang menuntut keterbukaan serta kejelasan proses pengambilan keputusan.
Sebagaimana diketahui bahwa emilihan Rektor USU Periode 2026-2031 telah menetapkan tiga calon yang kemudian akan dipilih 21 Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) di Jakarta. Tiga calon tersebut adalah Prof. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., yang meraih 53 suara, nomor urut dua suara terbanyak adalah Prof. Poppy Anjelisa Z Hasibuan yang mendapat 18 suara dan suara ketiga terbanyak adalah Prof. Isfenti Sadalia sebanyak 16 suara.Rumapea/Redaksi