Notification

×

Iklan

Iklan




Asumsi : Bawaslu Bakal ‘ Kebanjiran’ Sengketa Caleg Ketimbang MK

, 20 Maret 2019


Jakarta,DP News
Kesuksesan penyelenggaraan pemilu, bukan hanya suksesnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetapi harus sukses juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pada pelaksanaan peradilan sengketa penyelesaian perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), posisi Bawaslu cukup penting.
Sesuai peran dan kewenangannya, MK juga akan bertanya kepada Bawaslu terkait proses pemilu, apakah sudah sesuai prosedur, apakah ada keberatan, mulai dari awal hingga selama proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu. Jika hasil pemilu sengketa di MK, maka proses pemilu ini menjadi bagiannya Bawaslu.
“Selama proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu masih di ranah KPU, saya ingatkan kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu untuk tidak menyampaikan kalimat, jika tidak puas silakan ke MK,” tegas Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2019, di Jakarta, Senin (19/3).
Hal tersebut ditegaskan Hasyim agar segala permasalahan seyogyanya bisa diselesaikan langsung dilapangan, sehingga tidak perlu sengketa di MK. Untuk itu penting sekali koordinasi yang baik antara KPU dan Bawaslu/Panwaslu di lapangan agar bisa menyelesaikan persoalan dengan baik di lapangan dengan peserta pemilu.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan memandang Pemilu Serentak 2019 ini lebih kompetitif dan dinamis, salah satunya persoalan ambang batas parlemen saat ini sebesar 4 persen. Persentase sebesar ini yang berpotensi tidak semua peserta pemilu akan lolos ke parlemen. Hal ini berbeda dengan Pemilu 2014 yang hanya sebesar 3,5 persen.
“Kompetisi yang ketat ini yang membuat peserta pemilu akan menggunakan segala kesempatan yang diberikan UU untuk sesuatu yang dia anggap mencari kebenaran. Sengketa Pemilu 2019 ini juga tidak mengenal batasan selisih, tidak seperti pilkada yang dibatasi bagi yang berhak mengajukan sengketa. MK membuka ruang sengketa seluas-luasnya bagi peserta pemilu,” tutur Abhan.
Saat ini, UU Nomor 7 Tahun 2017 memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk sidang ajudikasi, tambah Abhan. Bisa jadi pasca proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu, KPU bisa saja akan menghadapi dua sengketa, yaitu potensi pelaporan ke Bawaslu dengan mekanisme ajudikasi dan sengketa hasil di MK. Untuk itu, Abhan mengingatkan semua penyelenggara pemilu agar bisa meminimalisir potensi-potensi sengketa.
“Kami mengasumsikan sengketa di Bawaslu akan lebih banyak dibanding di MK. Hal ini mengingat di MK legal standing-nya di pimpinan peserta pemilu, selama ketum dan sekjen tidak mau mengajukan sengketa di MK, maka tidak bisa mengajukan sengketa. Berbeda dengan Bawaslu, orang per orang bisa melaporkan ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran administratif pemilu,” jelas Hasyim. (Rd/hupmas kpu )

| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |