Medan,DP News
Anggota Komisi II
DPRD Kota Medan, Rajudin Sagala, mengatakan sebagai kota terbesar ketiga di
Indonesia, Medan harus menjadi contoh dalam hal sistem pendidikan.
“Ke depan,
Walikota Medan harus menyiapkan figur yang memiliki kapasitas dalam memajukan
dunia pendidikan di Kota Medan. Banyak orang yang memiliki itu,” kata Rajudin
Sagala kepada wartawan di Medan, Kamis (12/9).
Rajudin mengaku,
tidak melihat adanya kemajuan sistem pendidikan yang signifikan selama setahun
ini. Sejumlah sistem untuk memajukan dunia pendidikan di Kota Medan tidak
berjalan, seperti sistem zonasi dan insentif bagi tenaga guru honor .
Sistem zonasi,
sebut Rajudin, masih bermasalah karena cakupannya tidak merata. “Seperti di
Medan bagian utara. Disana banyak sekolah yang tidak merata. Kalau fasilitas
lengkap bisalah diterapkan zonasi itu. Tapi itu tak digubris oleh Kadisdik.
Akibatnya, banyak anak pintar di Medan bagian utara yang tidak melanjut
sekolah. Kalau ke swasta, mereka tidak mampu membayar SPP tiap bulan,”
ungkapnya.
Selain itu,
sambung politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, tidak adanya keberpihakan
Kadisdik terhadap guru honorer. “Peningkatan insentif guru honorer yang
disahkan dalam PAPBD 2019 dan APBD 2020 itu ide dari DPRD, bukan dari Disdik,”
katanya.
Bahkan, tambah
Rajudin, DPRD sudah membuat berdasarkan cluster. “Di APBD 2019 sudah diatur
kalau guru honorer yang mengabdi 2-4 tahun sekian gajinya, 4-6 sekian dan 6-10
sekian. Tapi, itupun tak bisa disalurkan. Sementara, gaji PHL di Disdik yang
hanya tamatan SMA setara dengan UMK,” katanya.
Dengan kondisi
begini, lanjut Rajudin, bisa dilihat bagaimana keberpihakan Disdik terhadap
guru.
“Saya khawatir
anggaran tersebut kembali Silpa. Padahal tugas Disdik hanya mendata guru,
meminta rekeningnya, tinggal menyalurkan. Bukan disuruh mencari uangnya,”
ujarnya.
Karenanya,
Rajudin, menilai tidak ada kesungguhan Disdik dalam memajukan dunia pendidikan
di Kota Medan.(Rd)