Notification

×

Iklan

Iklan




PPP ‘Protes’ Pemilu Serentak ,DPR Pelajari Enam Opsi Pemilu Pasca Putusan MK

, 29 Februari 2020

Jakarta,DP News
DPR menyatakan akan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi UU Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu. Selain menolak, MK juga menyebut ada enam opsi penyelenggaraan Pemilu serentak  yang sesuai konstitusi.
Ketua DPR Puan Maharani menyebut, putusan MK dan enam opsi pemilu serentak itu perlu dipelajari lebih lanjut dan dibahas dewan bersama pemerintah.
"6 varian itu tentu akan ada pembahasan mendalam antara pemerintah dan DPR, mana yang terbaik yang akan dipilih," ujar di gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/2).
Puan sendiri tetap menghargai putusan MK itu. Meski putusan itu tak bisa diganggu gugat lagi karena bersifat terakhir dan mengikat.
"Kami tentu mengapresiasi keputusan ini meskipun bersifat final and binding," ujar politikus PDIP ini.
Meski putusan tersebut bersifat final dan mengikat, Puan berharap hal-hal negatif yang terjadi pada Pemilu 2019 bisa jadi bahan pertimbangan untuk antisipasi agar tidak terulang di Pemilu 2024.
"Pengalaman Pemilu 2019 alhamdulillah berjalan baik, tetapi punya ekses dan impact yang diharapkan tidak terjadi di pemilu 2024," katanya.
Diketahui Pemilu 2019 menewaskan hingga 554 orang dari petugas penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu hingga aparat keamanan dari unsur Polri.
MK sebelumnya menolak permohonan uji materi yang diajukan Perludem terhadap Pasal 167 ayat (3) dan 347 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Mereka mempermasalahkan frasa 'pemungutan suara dilaksanakan secara serentak' dalam pasal tersebut.
Dalam pertimbangan amar putusan, MK menyebut ada enam jenis gelaran pemilu serentak versi lain yang tetap konstitusional sepanjang sejalan dengan penguatan sistem presidensial. Yang membedakannya adalah kombinasi pesertanya.
Sementaraa itu, Wasekjen PPP Achmad Baidowi menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabaikan fakta terkait jumlah korban meninggal dunia dalam penyelenggaraan Pemilu serentak 2019.
Pernyataan itu ia sampaikan saat menyikapi putusan MK yang menyatakan pemilu presiden dan wakil presiden dengan pemilu anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak.
"Kami menyayangkan hakim MK mengabaikan fakta bahwa banyaknya korban meninggal dari unsur penyelenggara pemilu ad hoc, terutama KPPS, ketika Pemilu 2019, sehingga dalam putusannya MK tetap menekankan keserentakan pemilu nasional," kata sosok yang akrab disapa Awiek itu dalam keterangannya, Kamis (27/2).
Ia menilai putusan yang berisi variasi pilihan model keserentakan pemilu mengesankan MK gamang dalam memutuskan perkara yang diajukan oleh pemohon. Padahal, lanjutnya, MK tinggal menguji terkait pasal yang kemungkinan bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut Awiek, MK seharusnya tidak membuat norma baru yang variatif. Dia pun mengatakan tak salah bila ada pandangan yang menyebut putusan MK lebih terasa lahir dari pemikiran pakar, daripada hakim-hakim konstitusi.
"Maka tidak salah jika ada anggapan bahwa putusan MK rasa pakar," tutur Awiek.
Awiek mengatakan PPP akan mendalami putusan MK tersebut sambil mencari formulasi pemilu serentak yang murah, efektif, efisien dengan semangat jujur, adil, transparan, dan obyektif.
Sebelumnya, meski menolak permohonan uji materi pemilu serentak, MK menyebut ada enam jenis gelaran pemilu serentak versi lain tetap konstitusional, salah satu opsinya adalah penggabungan pilkada dan pileg untuk DPRD.
"Mahkamah berpendirian bahwa pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan pemilihan umum anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak," kata hakim konstitusi Saldi Isra, saat membacakan putusan, di gedung MK, Jakarta, Rabu (26/2).
MK tetap menganggap setidaknya ada enam variasi pemilu serentak yang tetap sah sepanjang sejalan dengan penguatan sistem presidensial. Yang membedakannya adalah kombinasi pesertanya.(Rd/CNN Indonesia)

| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |