Notification

×

Iklan

Iklan




Elfanda Ananda: Seharusnya Dari Awal DPRD Medan Tolak Kenaikan Tarif Retribusi Sampah: Revisi Perda No 1 Tahun 2024....

, 27 April 2024
Foto: Elfanda Ananda/Dok
Medan,DP News

Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Ir Elfanda Ananda,MSP menilai kenaikan tarif retribusi sampah yang hampir mencapai 500 persen cukup memberatkan masyarakat sehingga Perda No 1 Tahun 2024 harus direvisi.Bahkan,seharusnya saat pembahasan Ranperda,DPRD Medan harus menolak kenaikan tarif retribusi sampah tersebut.


Kenaikan retribusi sampah ini bagi Elfanda cukup mengherankan sebab lahir tanpa memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat.Perda lahir tentunya ada syarat yang harus dipenuhi, salah satu sayaratnya yakni menerima masukan masyarakat. 


Selain itu menerima masukan asyarakat, pembahasan Perda juga harus terbuka dan melibatkan komponen masyarakat dan harus mewakili semua kelompok kepentingan,bukan yang hanya pro sama kebijakan Pemko Medan saja.


Pendapat tersebut disampaikan saat dimintai tanggapan terkait kenaikan tarif retribusi sampah hampir 500 persen dari kisaran Rp20 ribu -Rp 30 rb dan naik menjadi Rp144 ribu. 


Bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah ini akan menjadi persoalan terutama membagi keuangan rumah tangganya. 


Elfanda mengingatkan bahwa masyarakat Kota Medan belakangan ini banyak dibebani berbagai kebutuhan pokok yang terus meningkat.Harga beras yang naik, bahan kebutuhan lainnya juga ikut naik tentunya membawa beban ekonomi masyarakat yang meningkat. 


Sementara di satu sisi penghasilan nasyarakat tidak meningkat bahkan banyak justru mengalami kesulitan ekonomi karena perdagangan lesu berakibat daya beli turun. 


Lihatlah pasar pasar tradisional Pusat Pasar, Pasar Petisah banyak kios yang tutup.Belum lagi tarif parkir yang akan dinaikkan yang juga memberatkan masyarakat,tandas Elfanda.


Perda persampahan ini tentunya dibahas Pemko Medan bersama dengan DPRD yang katanya mewakili kepentingan masayarakat.Benarkah keputusan ini mewakili kepentingan masyarakat,tanya Elfanda.


Makanya Elfanda justru merasa cukup aneh sekaligus mempertanyakan memang DPRD  Medan ini mewakili siapa sebenarnya,apakah mewakili Pemko Medan agar dapat mengumpulkan PAD sebesar besarnya tanpa mempertimbangkan keekonomian masyarakat.


Dari kondisi tersebut,dari awal pembangunan Ranperda kata Elfanda,DPRD Medan seharusnya menolak tarif yang kenaikannya demikian besar. 


Elfanda menjelaskan bahwa dasar pengelolaan sampah pada dasarnya merujuk Undang Undang N0 18 Tahun 2018 tentang pengelolaan sampah. 


Pada Pasal 3 disebutkan pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.


Ada asaz keadilan dimana nasyarakat harus mendapatkan keadilan dari pengelolaan sampah tersebut baik dari retrebusi yang dibebankan hingga kondisi keekonomian.


"Jadi, pengelolaan sampah bukan melihat aspek perekonomian semata tetapi harus mengedepankan tanggungjawab dalam pengelolaannya termasuk sosialisasi yang sampai saat ini masyarakat belum mendapatkannya"ujar Elfanda.


Tanggungjawab pengelolaan sampah lainnya juga jadi masalah terutama yang masuk kejalan jalan kecil, gang kecil dan sebagainya. Petugas pemungut sampah tidak jelas jadwal kedatangannya ke rumah warga, sementara sampah menumpuk dan menimbulkan bau sehingga dapat mengganggu kesehatan. Belum lagi petugas yang terkadang kurang komunikatif dan tidak menjelaskan tentang ketentuan pembuangan sampah yang ada aturan tekni mana sampah rumah tangga dan industri maupun lainnya. 


Seharusnya kata Elfanda Kepling sebagai ujung tombak pelayanan pemko harus dilibatkan untuk sosialisasi ke masyarakat terutama soal pentingnya menjaga kebersihan bersama dan pentingnya pemerintah mengelola sampah yang ada. 


Prinsip pengelolaan sampah yang bertanggungjawab, azas kebersamaan dan kesadaran bersama menjadi penting bagi semua pihak. 


Untuk itu,Pemko Medan harus merevisi Perda nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan tetribusi daerah tersebut karena itu cacat hukum karena proses pembuatannya diyakini belum melibatkan masyarakat luas terutama mewakili kelompok masyarakat ekonomi lemah. 


Elfanda justru mengkhawatirkan dampaknya maka akan semakin tinggi masyarakat yang membuang sampah sembarangan.Tim DP/Rumapea/Redaksi

| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |