Notification

×

Iklan

Iklan




Tuntutan Buruh: Pak Jokowi Cabut PP 78,Turunkan Tarif Listrik

01 Mei 2019


Jakarta,DP News
Para buruh melakukan perayaan May Day 2019. Perayaan ini diinisiasi para buruh dari Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan setidaknya ada beberapa permintaan para buruh yang akan diangkat dalam peringatan ini. Mulai dari yang paling utama, pengupahan, hingga turunkan tarif listrik.
"Beberapa isu kita angkat mulai dari tolak upah murah, cabut PP 78, Pak Jokowi sudah janjikan akan cabut PP itu, tapi nanti kita liat isinya bagaimana," ungkap Said, di Tennis Indoor Senayan, Rabu (1/5).
Said mengatakan perhitungan upah pada PP no 78 tahun 2018 adalah biang keladi murahnya upah buruh. Masalahnya, perhitungan kenaikan upah dengan formula akumulasi angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi dinilai tidak efektif mengerek kenaikan upah buruh.
Said menilai kecilnya upah buruh tidak akan mampu mengerek angka pertumbuhan ekonomi, karena daya beli para buruh menjadi kecil. Pemerintah dinilai hanya bertumpu pada investasi, bukan menggenjot konsumsi dan ekspor.
"PP No 78 adalah penyebab daripada murahnya upah buruh, sehingga daya beli buruh turun. Pemerintahan sekarang bertumpu pada investasi, tapi lemah di nett ekspor dan konsumsi," kata Said.
Said menilai kalau upah buruh bisa naik, maka daya beli buruh juga naik dan akan berimbas pada konsumsi yang besar. Apabila konsumsi sudah besar dia meyakini pertumbuhan ekonomi dapat menyentuh angka 6%.
"Selalu kalau konsumsi besar, maka pertumbuhan ekonomi di atas 6%. Percaya, buruh berkeyakinan kalau konsumsi tidak naik di atas 60% maka target pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai," kata Said.
Kemudian, permintaan selanjutnya para buruh adalah dihilangkannya sistem kerja outsourcing, maupun magang yang berkedok outsourcing.
"Yang kedua, isu penghapusan kerja outsourcing lalu pemagangan yang berkedok outsourcing. Kalau pemagangan dilegalkan, pemagangan harus dilawan," ungkap Said. 
Said mengatakan sistem pemagangan sangat merugikan pekerja. Salah satunya dia mencontohkan ada seorang pekerja yang bekerja selama 8 jam penuh hanya dibayar Rp 500 ribu, tanpa tunjangan. 
"Ada orang dibayar Rp 500 ribu. Dia kerja 8 jam nggak ada tunjangan, kaya begitu kalau pemagangan," ungkap Said.
Berikutnya, Said mengatakan bahwa pemerintah juga diminta memperhatikan jam kerja. "Jam kerja saat ini adalah 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Kita berharap sebaiknya kalaulah jam kerja tidak diturunkan, seperti di Jerman sekarang 30 jam per minggu upahnya itu ditingkatkan. Kalau upah layak, orang tidak akan lembur. Siapa yang mau lembur kalau upah cukup? Kenapa kita lembur? Karena upah murah," kata Said.
Terakhir para buruh menurut Saiq Iqbal harus bisa ditingkatkan kesejahterannya, meskipun buruh honorer sekalipun. Said mengatakan pemerintah juga diminta untuk meningkatkan layanan BPJS dan menurunkan tarif dasar listrik.
"Tingkatkan kesejahteraan buruh, tenaga honor. Lalu tingkatkan pelayanan BPJS baik kesehatan maupun ketenagakerjaan," ungkap Said.
"Lalu turunkan harga listrik kami minta siapapun presidennya kita meminta agar bisa turunkan tarif listrik," tambahnya. 
Sementara tentag upah rata-rata buruh di Indonesia dinilai masih kecil. Menurut Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai upah rata-rata buruh di Indonesia lebih kecil dibandingkan beberapa negara tetangga di ASEAN.
Menurut Said, hanya Kamboja yang upah rata-rata buruhnya lebih kecil daripada Indonesia. Untuk Kamboja para buruh hanya digaji US$ 121 atau setara dengan Rp 1.694.000 per bulan (pada kurs Rp 14.000) sedangkan di Indonesia mencapai US$ 174 per bulan atau setara dengan Rp 2.436.000.
"Upah rata-ratanya saja, bukan upah minimum. Untuk Kamboja adalah US$ 121 per bulan, Indonesia di atas itu, US$ 174 per bulan," sebut Said di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Rabu (1/5).
Sedangkan, kalau mau dibandingkan dengan Filipina, Malaysia, dan Thailand upah minimum Indonesia sangat jauh berbeda. Selisih terjauh adalah dengan Malaysia.
"Tapi kita di bawah Filipina, US$ 256 per bulan," kata Said.
"Kemudian Malaysia US$ 546 per bulan dan Thailand US$ 326 per bulan," tambahnya.
(Rd

| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |