Ketua DPP Apegti
Kepri Nurbaini saat menyelaskan kepada wartawan tentang gula
Rafinasi.(Foto:Indralis)
Batam,DP News
Banyaknya
pelabuhan rakyat, membuat mudahnya barang-barang selundupan masuk dan beredar
di Kota Batam. Mulai dari barang elektronik, hingga bahan pangan seperti beras
dan gula, yang berasal dari negara tetangga banyak beredar di tengah-tengah
masyarakat. Hal ini juga menjadi kekhawatiran. Sebab, barang-barang tersebut
apalagi untuk dikonsumsi tentunya tidak berstandar nasional Indonesia (SNI) dan
belum pasti bagus untuk kesehatan masyarakat. Salah satunya ialah gula
rafinasi. Berdasarkan informasi yang didapat, gula rafinasi ini banyak beredar
di Kepulauan Riau (Kepri) dan Kota Batam khususnya.
Perlu diketahui,
gula rafinasi adalah gula mentah yang telah mengalami pemurnian untuk menghilangkan
molase. Sehingga, gula rafinasi berwarna lebih putih dibandingkan dengan gula
mentah yang berwarna kecoklatan. Gula rafinasi tersebut berukuran lebih halus
dibanding gula biasa. Jika terlalusering mengkonsumsi bisa menyebabkan berbagai
masalah dalam tubuh, seperti penyakit diabetes serta penyakit lainnya .
Mirisnya , gula dengan pemurnian tinggi ini dijual bebbas di pasar
teradisional. Bahkan, ada juga pedagang yang mengaplosnya dengan gula biasa.
Menurut Ketua DPP
Asosiasi Pengusaha Gula dan terigu (Apegti) Provinsi Kepri, Nurbaini Bagindo,
ia mensinyalir gula rafinasi banyak beredar di Kepri dan sekitarnya. Gula
dengan pemurnian tinggi dijual bebas di pasar tradisional sangat membahayakan
bagi kesehatan masyarakat. Apabila ada pedagang yang mengaplosnya dengan gula
biasa .” Gula rafinasi
tersebut berukuran lebih halus dibanding gula biasa , dan bila dicampurkan
relatif sulit diketahui,” ungkap Nurbaini atau lebih dikenal dengan sebutan
akrabnya Annie Bagindo, Senin (27/9) saat memberikan keterangan pers kepada
wartawan.
Ditambahkan,
berdasarkan pantauan selama ini, distributor lebih suka menjual gula rafinasi
atau yang aplosan dengan harga lebih
murah, yakni sekitar Rp 5.500 sehingga Rp 6.000 per kilogram . Sementara harga
gula bisa yang diatur oleh pemerintah mencapai Rp 12.500 per kilogram. ” bahkan
aada juga pedagang yang menjualgula rafenasi seharga yang sama dengan gula
biasa , sehingga keuntungan yang didapatkan lebih besar, ” kata Annie.
Jika dilihat dari aturannya , perbuatan yang
dilakukan oleh para oknum pengusaha inportir telah melanggar pasal 7 UU Nomor 7
tahun 2014 tentang perdagangan atau pasal 142 jumto pasal 39 UU Nomor 18 tahun
2018 tentang pangan , dan pasal 62 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, dengan ancaman Lima (5) tahun penjara. Selaku ketua DPP Apegti Kepri,
Nurbaini menyarankan kepada pihak terutama pemerintah untuk segera membentuk
tim monitoring pendistribusian gula . Tim ini dibutuhkan untuk memantau
peredaran gula rafinasi di Kepri. Tim semestinya terdiri dari berbagai pihak
instansi terkait, karena gula rafinasi tersebut banyak didatangkan dari luar
negeri, sehingga pintu masuk pelabuhan tikus harus dijaga, baik di pelanuhan
resmi maupun tidak resmi. ” ungkapnya .
Ia juga menghimbau kepada putra – putri daerah
untuk berperan aktif dalam memberantas gula rafinasi, karena sangat berbahaya
bagi tubuh jika di komsumsi secara langsung dan terus menerus.” Gula tersebut
di peruntukkan hanya untuk industri seperti pembuatan sirup, roti, gula merah
dan industri makanan lainnya dan bukan untuk di komsumsi langsung,”
pungkasnya.(Indralis)