Bandung,DP News
Pemprov Jawa Barat (Jabar) mulai meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol
kesehatan pencegahan virus corona (Covid-19), yang salah satunya wajib bermasker di tempat umum.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan akan menyiapkan peraturan
terkait penggunaan masker tersebut."Jadi, kami akan melakukan
pendisiplinan karena proses edukasi sudah dilakukan, proses teguran sudah
dilakukan sudah. Sesuai komitmen kita yaitu tahap ketiga pendisiplinan dengan
denda nilainya Rp100 ribu -Rp150 ribu yang tidak pakai masker di tempat
umum," kata pria yang akrab disapa Emil itu dalam jumpa pers usai rapat
evaluasi Gugus Tugas Jabar di Markas Komando Militer (Makodam) III/Siliwangi,
Senin (13/7).
Di satu sisi, Emil menyebutkan bahwa penggunaan masker tidak diwajibkan di
tempat pribadi seperti di rumah atau tempat tinggal.
"Kalau di tempat pribadi seperti di rumah itu pilihan, yang diwajibkan
di luar rumah yaitu tempat umum, dengan pengecualian pidato seperti saya tidak
harus, sedang olahraga kardio tinggi lari dan bersepeda (tidak harus), ruang
makan juga. Di luar itu ada denda," tegasnya.
Pemberlakuan wajib bermasker tersebut akan dimulai pada 27 Juli hingga 14
hari selanjutnya.
"Jadi proses itu akan dilakukan selama 14 hari pemberlakuan dendanya
dimulai," ucap Emil.
Selama 14 hari tersebut, Gugus Tugas Jabar akan menyosialisasikan ke berbagai
tempat mulai dari perkantoran, mal, pasar, dan fasilitas umum lainnya.
Jika tidak sanggup membayar denda, Emil mengatakan warga bisa memilih untuk
menjalani hukuman kerja sosial.
"Pilihannya kalau tidak bisa membayar denda kurungan atau kerja sosial
yang finalisasinya sedang disiapkan Pak Kejati," ujarnya.
Emil menyebutkan dasar hukum aturan tersebut sedang dibuat dalam Peraturan
Gubernur (Pergub). Dia mengingatkan pemberlakuan denda bukan semata
mencari-cari kesalahan, namun dalam rangka meningkatkan kedisiplinan masyarakat
terhadap protokol kesehatan.
Pakar Epidemologi
Sebelumnya, secara terpisah, pakar epidemiologi yang juga staf pengajar
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bony Wiem Lestari angkat bicara terkait lonjakan kasus Covid-19 di
Jawa Barat.
Untuk diketahui, para pakar di Jabar sebelumnya telah memprediksi lonjakan
kasus ini bakal terjadi.
Bony menjelaskan pemangku kebijakan dan masyarakat seharusnya membaca
secara bijak data tersaji agar tidak ada mispersepsi dan salah menyikapi.
Menurutnya, ada tiga kemungkinan dari data positif yang tersaji.
Pertama, laju infeksi memang sedang terjadi.
"Prediksi kami menunjukkan satu bulan ke depan masih akan naik,"
kata Bony dalam keterangan yang dikeluarkan Humas Pemprov Jabar, Sabtu (11/7).
Kedua, lanjut dia, soal efek peningkatan tes masif. Untuk diketahui, saat
ini Jabar sedang mengejar target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa tes PCR
satu persen dari jumlah penduduk atau sekitar 500.000.
Jabar sendiri saat ini terus gencar tes usap (swab test) dengan metode
Polymerase Chain Reaction (PCR), di mana angka tes usap sudah lebih dari
80.000.
"Makin banyak yang dites, makin banyak temuan positif, makin bagus
untuk pelacakan," kata Bony.
Ketiga, pelimpahan administrasi. Provinsi Jabar berpotensi menerima
limpahan kasus dari provinsi lain, dalam arti tertular di provinsi lain tapi
karena KTP-nya Jabar maka dihitung sebagai kasus warga Jabar.
Di sisi lain, Bony menyebutkan para pakar sebetulnya kesulitan menentukan
kurva penularan Covid-19 di Indonesia. Syarat untuk menentukan kurva adalah
kapasitas tes masif yang baik. Di awal Covid-19 mulai mewabah di Indonesuia,
tes masif belum sebaik seperti saat ini.
"Sebenarnya agak sulit menentukan kurva apakah kita masih first
wave (gelombang pertama) atau menyongsong second wave (gelombang
kedua)," kata dia.
Dalam situasi seperti ini, Bony merekomendasikan beberapa hal untuk
dilakukan pemerintah daerah (Pemda).
Pertama, Pemda harus memastikan institusi atau organisasi di bawahnya lebih
rajin turun ke lapangan mengecek ventilasi udara berfungsi baik, serta
disinfeksi alat pendingin udara (AC) baik di kantor, pabrik, bioskop, mal,
pesantren, asrama dan tempat berisiko tinggi lainnya.
"Ada wabah yang sumbernya dari AC, itu sempat outbreak di
Amerika. Jadi radang pernapasan akut ternyata sumbernya adalah AC. Jadi harus
lebih sering bebersihna," ujar Bony.
Kedua, pemda harus menyediakan sistem pelayanan kesehatan dan SDM memadai
mengantisipasi ledakan pasien.
"Kalau ada peningkatan kasus dan misalnya semua harus dirawat, apakah
tempat tidur di rumah sakit dan tenaga medis cukup. Ini harus disiapkan
pemerintah," katanya.
Pada saat yang sama, pemda juga perlu memperkuat edukasi masyarakat tentang
pentingnya menerapkan protokol kesehatan.Rd//CNNIndonesia)